Selasa, 19 Januari 2010

Sedetik Ku Mengenalmu, Selamanya Ku Mencintaimu

Chating
Pikiran Ivan melayang, tatapan matanya yang kosong menerawang entah kemana, entah apa yang ada dipikirannya.

“Hhhhh…. Berat rasanya melalui hari-hari dengan perasaan terluka seperti ini. Tidak terasa udah sekitar sebulan aku merasa tidak berarti apa-apa” ucap Ivan dalam hatinya.

Semuanya dimulai ketika Ivan menerima beberapa pesan singkat dari seseorang yang sudah dianggap sebagai sahabat dan orang yang paling berarti buatnya, Kartika. Yah memang, kalau melihat dari sejarahnya yang cukup panjang, Ivan pernah memiliki perasaan khusus padanya, walaupun sahabatnya itu sudah menolaknya.

Setelah penolakan itu, cowo yang kadang kala susah ditebak jalan pikirannya ini, tetap berusaha biasa terhadapnya, namun sepertinya sahabatnya berubah dan sekitar sebulan lalu ia mengirimkan pesan singkat yang berisikan agar Ivan menjaga jarak dengannya, karena ia sedang dekat dengan salah seorang teman laki-laki di kantornya.

Ivan tentu saja terguncang, karena dari sms itu akhirnya dirinya mengetahui, bahwa dirinya tidak memiliki arti apa-apa di mata sahabatnya, padahal baginya Kartika adalah segalanya, dia adalah sahabat yang akan aku perjuangkan hingga titik darah penghabisan. Ironis, ternyata selama ini semua yang kupercaya hanya ada dalam benakku saja.

Setelah kejadian itu semua gairah hidup Ivan seakan pergi jauh dari badan dan pikirannya, semuanya hilang dan membuatnya seakan-akan putus asa dan tidak memiliki arti apa-apa lagi, karena Kartika yang dianggapnya berharga ternyata tidak pernah terbalaskan.

Semenjak itu laki-laki berbadan gempal,rambut sedikit ikal cepak, berkacamata ini memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan sahabatnya lagi, baik itu lewat handphone, email, friendster atau apapun sarana yang bisa berhubungan dengannya, termasuk lewat jaringan alumni SMA, pokoknya semuanya Ivan lakukan agar apa yang menjadi keinginan sahabatnya terkabul, menjaga jarak.

Dan benar saja, selama sebulan ini tidak ada satupun kabar dari Kartika, baik itu sms atau sebuah email yang menanyakan kabar cowo yang selalu dibilang Cina kampung karena matanya yang sipit tapi kulitnya coklat.

*
Tidak terasa bulan puasa hapir tiba, dan Ivan sudah mendiamkan sahabatnya. Ini adalah tahun pertama Ivan menjalani bulan Ramadhan sambil bekerja di Jakarta, padahal tahun sebelumnya Ivan masih melaksanakan puasa di rumah bersama-sama kedua orang tua dan adik di rumah, setelah dirinya lulus kuliah.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Ivan melaksanakan puasa di ibu kota, dua tahun sebelumnya Ivan sudah pernah mengalami hal ini sewaktu masih bekerja di Bursa Efek Jakarta, hanya saja saat itu Ivan tidak tinggal di Jakarta, melainkan pulang pergi Purwakarta-Jakarta.

*
Rasanya membosankan, karena semuanya terasa lemas dan kebetulan tidak ada liputan lapangan atau liputan keluar kota. Akhirnya sekarang Ivan selalu di ruangan, mencari data dari internet dan chatting di Yahoo Massengger (YM).

Chatting dengan YM memang seperti sudah kewajiban di kantor Ivan yang berprofesi sebagai wartawan. Bukan karena hobi, tetapi lebih karena komunikasi pekerjaan harus dilakukan lewat fasilitas ini.

Perusahaan Ivan memang menggunakan fasilitas YM untuk berkomunikasi antar divisi, baik yang di kantor cabang, maupun di kantor pusat. Perusahaan menilai menggunakan YM bisa lebih efisien dan menghemat biaya serta waktu untuk mengirimkan dokumen.

Karena sudah menjadi kebiasaan, maka setiap kali Ivan menghidupkan komputerku, maka YM adalah hal pertama yang dinyalakan setelah membuka folder data di komputer.

*
Jam sudah menunjukan pukul sembilan ketika anak laki laki gembul ini bangun dari tidurnya.

“ah rasanya malas sekali untuk membuka mata, mengingat tadi malam aku tidur jam tiga pagi setelah menyelesaikan tulisanku dan mencari data sambil sekali-sekali baca komik lewat situs komik” Ivan bicara sendiri dengan pikirannya.

Sambil setengah terpejam Ivan mencoba bangun dari hangatnya kasur dan sejuknya AC di ruangan kerjanya, dan pergi ke kamar mandi untuk cuci muka dan mengambil segelas air di pantry.

“Baru bangun Van?” suara seorang wanita menyapa Iavan ketika ia berjalan ke kamar mandi. “Iya Teh” jawab Ivan kepada Teh Ani yang berbarengan keluar dari ruang kerjanya.

Sudah hampir dua bulan Ivan menginap di kantor (bukan sesuatu yang bisa dibanggakan), jarang sekali pulang ke rumah, karena malas dan capai sekali dengan perjalanannya yang mencapai satu jam setengah akibat macet, masalah tradisional Jakarta.

Setelah cuci muka dan mengambil air, Ivan kembali ke ruangan ku dengan masih mengenakan kaos singlet dan celana pendek yang berasal dari celana jeansnya yang digunting asal, serta rambut yang masih acak-acakan karena belum disisir.

Setibanya di ruangan, segera saja Ivan menyalakan komputer dan mengaktifkan radio streaming dengan suara keras, suatu rutinitas yang sudah Ivan jalani semenjak kuliah, mendengarkan radio di pagi hari.

Dibesarkannya suara radio streaming itu untuk menyemarakan pagi sekaligus sebagai penyemangat, lalu satu persatu folder data komputernya dibuka sambil mengaktifkan YM dan email.

“Hmm…..ga ada kabar lagi dari Kartika” pikiran Ivan bicara sendiri sambil melihat emailnya yangditeramnya pagi itu. Setelah itu Ivan membuka situs berita detikan, dan situs berita suatu surat kabar nasional. Bukan ingin disebut sok rajin atau sok sibuk, tetapi membaca berita setiap pagi adalah salah satu pekerjaan Ivan untuk mencari isu, atau hanya sekedar memperbaharui informasi.

Ruangan kerja itu masih kosong walau jam kantor sudah dimulai. Ruangan berisikan enam meja dan empat komputer ini memang tidak pernah ramai sebelum jam tiga sore, karena paling pagi rekan-rekan kerja Ivan datang jam sepuluh pagi.

Saat itu kantor yang terlihat seperti rumah jika dilihat dari luar itu, baru didatangi oleh beberapa orang saja, masih terlihat para office boy membersihkan ruangan, termasuk ruangan kerja Ivan.

Sambil membuka email dan mendengarkan radio, Ivan membuka folder data komputer, mencari berkas tulisan edisi terbaru. Ia periksa, rubrik-rubrik apa saja yang belum lengkap datanya, dan membuka tulisan yang hampir selesai dibuatnya tadi malam.

“Hmm…masih banyak rubrik yang datanya kurang, bahkan ada rubrik yang datanya belum terkumpul sama sekali”, kembali Ivan berbincang dengan pikirannya. Bukan karena ia malas mencari data, tetapi terkadang untuk menulis salah satu rubrik, Ivan belum punya ide akan menulis apa hingga akhir masa tenggang atau deadline.

Ini memang menjadi kebiasaan Ivan sejak lama, memang bukan kebiasaan yang baik, justru ini sebuah kebiasaan buruk yang sudah sulit diperbaikinya, apalagi jika keadaan sekitarnya tidak mendukung untuk memperbaiki kebiasaan jelek itu.

Akibat dari kebiasaan buruk ini, laki-laki ini sering tidak punya ide dan tidak bisa bekerja maksimal jika belum mendekati akhir masa pekerjaan dan jika tidak merasakan aliran caffein dalam darah.

*
Jalan di depan bangunan yang terlihat seperti rumah biasa itu sudah mulai padat oleh kendaraan, panas dan dipenuhi oleh asap knalpot kendaraan yang lalu lalang. Teras depan sudah mulai dimasuki kendaraan motor entah milik tamu, dan teras belakang sudah dipenuhi oleh motor-motor dan mobil milik pegawai.

Ruangan berukuran tujuh kali lima meter itu mulai didatangi orang, satu-persatu kursi yang tersedia sudah mulai diduduki si empunya. Komputer menyala mengambarkan berbagai artikel dari berbagai situs yang diakses, disertai segelas the hangat atau hanya segelas air putih mendampingi monitor.

Tidak terasa, jam sudah menunjukan pukul 11:00 WIB. Aktifitas kantor sudah mulai terasa dengan berbagai kesibukannya. Tapi Ivan masih saja belum mandi, masih menggunakan kaos singlet yang warnanya sudah mulai kekuningan akibat sudah dua hari dipakai dan menggunakan celana bahan yang dipotong asal tanpa dijahit kembali, sehingga benangnya banyak terurai tak karuan.

Badan ini mulai terasa gerah walau suhu pendingin ruangan menunjukan suhu 17 deracat celcius, suhu paling dingin.

“Mandi sih lo bul!” perintah suara itu.

“Ntar dulu Den, nanggung”.

“Lagian gue ga kemana-kemana hari ini, jadi ngapain harus mandi cepet-cepet”.

“Bau bul” katanya lagi, sambil setengah meledek.

“Sial lo”.

Risih juga mendengar kata-kata bau. Dengan polosnya Ivan mencium kedua ketiaknya. Sontak saja wangi khas bagian lipatan itu menyeruak.

“Hmmmm…. Ternyata lumayan bau asem” pikir Ivan. Dan akhirnya Ivan memuputuskan mandi setelah mencium kedua ketiaknya yang lumayan wangi itu.

Terganggu dengan bau yang menyegarkan itu, Ivan pun bergegas ke kamar mandi dan bergegas melepaskan bajunya yang cuma kaos singlet dan celana kolor itu, lalu memulai ritual mandi paginya (what the hell with pagi), yaitu boker alias buang hajat, atau Ivan bilang memenuhi panggilan alam.

Ivan memang menganggap buang air besar di pagi hari adalah sebuah panggilan alam yang tidak terbantahkan. Sewaktu kuliah, ia pernah berdebat dengan temannya mengenai filsafat panggilan alam di pagi hari ini. Baginya, urusan panggilan alam di pagi hari itu jika dipandang dari sudut filosofi adalah sebuah perenungan filsafat yang dapat menggugah ide-ide liarnya, karena telah melalui proses berpikir lalu menghasilkan sesuatu.

Temannya yang mendengarkan penjelasannya, tentu saja berpikir Ivan salah masuk jurusan. Harusnya Ivan masuk ke jurusan psikologi atau melapor ke psikiater ketimbang masuk fakultas hukum akibat pemikiran filsafatnya tentang rutinitas boker paginya. Tapi toh Ivan lulus dengan IPK nyaris Cum Laude dari fakultas hukum.
Dan rutintas pagi pun dilakukan Ivan. Bisa ditebak, akibat dari kebiasaan pagi ini, pintu kamar mandi sering kali digedor oleh temannya dikantor yang mau mempergunakan toilet, dan dengan tanpa bersalah Ivan selalu bilang “nanggung nih, pake toilet laen aja…!!!” Kalau sudah seperti ini, tidak ada satupun rang yang bisa mengganggu gugat.

Selesai dengan mandi paginya (Ivan selalu menganggap, kalau belum lebih dari jam 12:00 artinya blom siang-siang amat) Ivan pun kembali ke ruangan kerjanya dengan menggunakan pakaian rapih dan melanjutkan pekerjaannya.

*
Ivan terlihat serius, di komputernya terlihat beberapa folder terbuka, mulai dari word, situs berita dalam dan luar negeri, foto-foto senjata dan YMnya yang tidak pernah mati.

Jari-jarinya seakan menari lincah di atas keyboard mengetikan rangkaian kata demi kata. Ivan sibuk dengan tulisannya.

Di tengah keasyikannya menulis artikel, tiba-tiba di sisi pojok kiri bawah layar komputernya timbul tanda tertulis “Cicil Monica now online”. Seketika itu juga Ivan langsung menngklik nama itu dan menyapanya, karena sudah beberapa bulan nama YM itu tidak aktif. Dan Ivan pun menyapanya.

“Hai Cicil, kemana aja nih? Ko ga pernah OL lagi” sapanya.

Tidak lama kemudian, Cicil menjawabnya, “Sori ini bukan Cicil, tapi Clara, adiknya Monic”.

Ivan yang mendapatkan jawaban seperi itu tentu saja terkejut bercampur aneh, menpa yang menjawab pertanyaannya bukan Cicil, melainkan orang lain yang mengaku sebagai adiknya.

“Oh sori, aku kirain Cicil, habis sudah lama YMnya Cicil ga aktif” Ivan berusaha menguasai dirinya dari rasa terkejut.

Rasa malu menghinggapi kepala Ivan akibat dirinya salah sangka.

Tidak lama kemudian YM Cicil kembali mengeluarkan kalimat. “Kakak temennya ci Monic ya? Boleh kenalan ga?” tanyanya.

Karena sudah kepalang tanggung, akhirnya Ivan menlanjutkan percakapan itu. “iya, boleh aja ko” jawab Ivan.

“Nama kakak siapa?” gadis bernama Clara itu memberondong Ivan dengan pertanyaan.

“Namaku Ivan”.

“Ka, boleh minta no hpnya ga?” pinta gadis itu.
Dalam benaknya Ivan berpikir, “wah gila juga ini anak, baru kenal sudah minta no hp”. Tetapi entah mengapa Ivan memberikan nomor hpnya, padahal Ivan paling anti memberi nomor hpny pada orang yang baru dikenal.

“Ini no hp ku” kata Ivan sambil mengeetik no hpnya di layar computer.

“Makasih ya kak” jawabnya.

Tidak lama dari percakapan itu, hp Ivan berdering, di layar hpnya muncul nomor yang tidak dikenalnya sama sekali. Dan ketika Ivan mencoba menjawab panggilan itu, telepon itu berhenti berdering dan menyisakan tanda missd call di hpnya.

Tiba-tiba di layar komputer Ivan tertulis pesan dari gadis bernama Clara yang baru dikenalnya tadi, “Tadi dah aku missed call, di save ya kak”. Ternyata nomor tadi adalah milik Clara.

“Oke, dah ku save ko” jawab Ivan.

“Kak Ivan kenal Ci Monic dimana?” tanya Clara tiba-tiba.

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Ivan bingung. Sebab Ivan kenal Monic di saluan chatting MIRC, itupun dengan perkenalan yang sebenarnya sedikit nyeleneh, karena berbau seks.

“Aku kenalan di chatting, abis itu ketemuan deh” Ivan mencoba menjawab pertanyaan Clara tanpa menjelaskan alasan perkenalannya.

“Cuma aku jarang ketemu sama Monic, biasanya dulu Cuma chatting sama smsan aja” jelas Ivan.

“Tapi beberapa bulan ini nomer hpnya Monic ga pernah aktif, trus YMnya juga ga pernah aktif, FSnya juga ga aktif. Emang dia kemana sih?” tanya Ivan.

“Ooo… Ci Monic sekarang ga ada di Jakarta lagi Kak, di dah pindah ke Australia. Soalnya dia dapet beasiswa disana. Ga tau tuh kenapa dia mau disana, padahalkan Ci Monic dah keterima di Ukrida”.

“Padahal kalo Ci Monic ada di Jakarta, aku kan bisa sering maen kesini, aku pengen sering ke luar kota, biar dapet temen baru” jelasnya.

“Pasti temennya Ci Monic disini banyak ya kak? Soalnya daftar temen-temennya di YMnya banyak Banget”.

“Wah aku ga tau kalo itu, soalnya aku kenal Monic cuma beberapa bulan aja” jawab Ivan

Dari percakapan itu, tiba-tiba Ivan teringat sesuatu, kalau tidak salah dulu di FS milik Ivan memang ada adiknya Monic, namanya juga hampir sama dengan anak ini. “Eh Clara, kamu punya FS ga?” tanya Ivan kepadanya.

“Aku ga punya FS kak, emang FS itu apa?”. Mendapatkan pertanyaan seperti itu, membuat Ivan terkejut. Dalam benaknya, apa bener anak ini memang benar tidak punya FS atau pura-pura tidak tahu.

Ivan pun semakin penasaran “Masa sih ga punya, perasaan aku pernah liat profile kamu di FS deh” .

“Beneran kak, aku ga punya, mungkin Ci Monic yang bikin, soalnya dia kan banyak temennya”. Sanggahnya.

“Kalo kakak ga percaya, liat aja di foto ku kak” sambil merubah foto profil YMnya.

Tidak lama, foto profile YM Monic berubah, sesosok gadis cantik muncul menggantikan foto Monic.

Cantik sekali, itu yang pertama kali terbersit dalam pikiran Ivan, Matanya begitu unik, dengan kulit putih khas orang chinese. Poninya yang menutupi keningnya, serta balutan kaos warna pink yang ditutupi jaket biru cerah membuatnya terlihat begitu anggun di mataku. Ivan jatuh cinta pada pandangan petama pada anak ini.

Foto itu kemudian berubah lagi, kali ini Clara terlihat mengenakan kaos berwarna pink dengan angle foto yang diambil dari atas.

Ivan terdiam sejenak, menikmati kecantikkannya yang terasa alami dan lugu.

“Kak, ko diem?” Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Ivan dalam sekejap. “Jangan-jangan kakak lagi ngesave foto aku ya?” godanya. Aih sesuatu hal yang tidak terbersit selintaspun di benak Ivan.

“Ah ga apa apa” jawab Ivan gelagapan.

”Kakak dah liat foto ku kan?” tanyanya lagi.

“Iya udah, kamu cantik ya” Ivan mencoba memujinya.

“Masa sih kak?”,

“Beneran aku ga boong” Ivan berusaha meyakinkan Clara.

Setelah kalimat terakhir itu ia tidak menjawab, Ivan yang sedang penasaran dan telah tersihir kecantikannya jadi tidak sabar, akhirnya Ivan Buzz dia.

“Bentar ya kak, ada temennya Ci Monic yang nanya terus” jawab Clara, mungkin ia tahu kalau Ivan penasaran. Penasaran dengan kecantikannya yang terlihat unik, berbeda dengan kecantikan wanita lainnya yang sering Ivan lihat.

“Kak, kenal sama yang namanya…. ga?”, Clara menanyakan salah satu nama teman Monic yang ada di list YM.

Tentu saja Ivan tidak mengenalnya, “wah aku ga kenal, maaf ya”.

“Ooo ya udah ga apa-apa kalo kakak ga kenal, aku cuma mau tau aja koq” jawabnya.

“Aku iri deh sama Ci Monic, dia punya banyak temen, pasti seru” ujarnya, “kakak mau ga jadi temenku?” tanyanya lagi.

Ditanya seperti itu tentu saja Ivan langsung menjawab mau, toh tidak merasa rugi, selain karena dia cantik, sepertinya Clara tidak sombong seperti kebanyakan cewe yang merasa cantik lainnya. Cuma Ivan sedikit aneh, kenapa ia merasa enak punya banyak teman, bukannya Clara sendiri pasti punya teman.

Karena merasa tidak enak untuk menanyakan sesuatu yang bersifat pribadi pada Clara, akhirnya Ivan memilih diam, walaupun sebenarnya dalam hatinya Ivan benar-benar penasaran. Pekerjaannya sebagai seorang wartawan membuat Ivan cepat taggap terhadap keanehan lawan bicaranya, sehingga ia gatal untuk bertanya.

Tetapi toh walaupun rasa penasarannya begitu besar, Ivan tetap tidak bertanya, karena ia beranggapan baru kenal dan mungkin dari perkenalan itu hanya sementara saja, tidak ada kelanjutannya seperti perkenalan di dunia maya lainnya.

“Kak, aku off dulu ya, mau makan”, lagi-lagi Clara mengagetkan Ivan dengan kalimatnya di YM.

”Oh ok ga apa-apa”. Jawab Ivan.

“Bye kak” pamitnya seraya YMnya mati.

Setelah percakapan yang tidak lama itu, Ivan kembali mengerjakan pekerjaannya yang diseling oleh chatting tadi.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar